Pages

Kamis, 10 Januari 2013

TRANSFORMASI BUDAYA BISNIS DI INDONESIA



Persaingan global yang semakin intensif, teknologi yang berkembang pesat, pergeseran demografis, keadaan perekonomian yang fluktuatif, dan perubahan-perubahan dinamis lainnya telah memicu perubahan kondisi lingkungan disekitar organisasi. Lingkungan bisnis telah mengalami perubahan, lingkungan yang mulanya stabil dapat diprediksi berubah menjadi lingkungan yang penuh ketidakpastian, kompleks dan cepat berubah. Organisasi berdiri dan beroperasi ditengah-tengah lingkungan sekitarnya, dan organisasi selalu berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya.
            Organisasi tidak dapat mengendalikan kondisi lingkungan di sekitarnya, namun organisasi harus selalu adaptif terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya. Menghadapi perubahan tersebut, perusahaan harus lebih kompetitif dan lebih fleksibel. Organisasi harus meninggalkan kebijakan dan praktek manajemen yang sifatnya hirarki dan fungsional, dan bergeser pada praktek-praktek baru dibidang manajemen yang lebih fleksibel. Fleksibilitas saat ini menjadi persyaratan penting bagi organisasi. Karena fleksibilitas dalam organisasi memungkingkan organisasi untuk lebih inovatif dan adaptif dalam merespon lingkungan yang cepat berubah.
            Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) harus menjadi penggerak perubahan praktek manajemen dalam organisasi, karena MSDM mempunyai peran strategis dalam menyusun struktur organisasi, membangun budaya organisasi, menyusun strategi staffing, menyusun program pelatihan dan pengembangan, menyusun sistem penilaian karyawan dan penghargaan karyawan.Ada tiga alasan yang menyebabkan MSDM harus menjadi pelopor  transformasi organisasional adalah sebagai berikut :
  1. Persaingan yang semakin intensif menuntut organisasi untuk dapat menurunkan biaya. Penurunan biaya dapat dilakukan dengan menghilangkan non-value added work. Selama ini Departemen Sumber Daya Manusia lebih banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya administrative. Pekerjaan administrative merupakan non-value added work yang membutuhkan banyak tenaga kerja dan menyita waktu cukup banyak. Akhirnya, kontribusi biaya SDM juga cukup besar atas biaya keseluruhan yang harus ditanggung perusahaan.
  2. Persaingan yang makin intensif menuntut organisasi untuk memberikan kualitas pelayanan yang lebih tinggi. Kualitas pelayanan yang lebih tinggi harus didukung oleh peningkatan kualitas layanan di semua bagian organisasi, termasuk Departemen SDM. Departemen Sumber Daya Manusia harus menyediakan layanan yang cepat dan tepat kepada departemen lain dalam organisasi. Untuk mendukung kesuksesan transformasi organisasional, proses dan system informasi SDM harus dirombak total. System SDM tradisional cenderung tidak praktis, tidak efisisien, kompleks, tidak terintegrasi dengan baik, tidak user-friendly,  dan tidak fleksibel. Idealnya, system SDM harus dirancang sebagai satu system yang terintegrasi dengan baik.
  3. Praktek manajemen tradisional yang cenderung bersifat birokratis harus dirubah untuk mendukung kesuksesan transfomasi organisasional. Manajemen tradisional menekankan pengendalian, konsistensi dan kepastian. Semua perencanaan yang dibuat menekankan pencapaian tujuan financial dan resiko adalah hal yang harus dihindari oleh manajemen. Manajer dikader dan dipromosikan dari dalam, jenjang karir karyawan telah dibuat secara jelas dan terstruktur. Pengembangan karir dilakukan melalui training yang sifatnya formal. Penghargaan karyawan diberikan dalam bentuk salary, employee benefit dan  job security.
Karakteristik manajemen tradisional tersebut di atas tidak dapat mengakomodasi fleksibilitas yang dibutuhkan organisasi. Dalam kondisi lingkungan yang penuh ketidakpastian dan cepat berubah, praktek manajemen yang sifatnya langsung dan informal diperlukan untuk flekssibilitas organisasi menghadapi lingkungan yang cepat berubah, tetapi praktek manajemen yang sifatnya formal dan menekankan disiplin juga diperlukan untuk koordinasi. Artinya praktek manajemen yang fleksibel harus menekankan keseimbangan antara fleksibilitas dan koordinasi dalam organisasinya. Oleh karena itu cara yang dipilih organisasi untuk menjadi lebih kompetitif dan lebih fleksibel adalah dengan merombak struktur organisasi, atau dengan kata lain organisasi harus melakukan transformasi organisasional. Akibatnya muncul bentuk-bentuk organisasi baru, antara lainboundaryless organization, verbal organization, empowerwd organization, high-performing work teams dan  process reengineered organization. Jadi sebenarnya bentuk-bentuk organisasi baru adalah produk transformasi organisasional yang dilakukan organisasi.
Sayangnya, implementasi transformasi organisasional tidak selalu sukses, ada banyak hambatan dalam proses perubahan tersebut. Hambatan terbesar yang sering ditemukan adalah penolakan anggota organisasi terhadap perubahan tersebut.

2. PEMBAHASAN
            Banyak pihak meramalkan bidang-bidang bisnis yang selama ini berada dalam balutan proteksi, terang-terangan maupun terselubung yang akan banyak menghadapi tantangan. Perusahaan manufaktur juga akan menghadapi tantangan besar. Demikian pula dengan BUMN, yang disarankan oleh banyak pihak untuk melakukan transformasi bisnis sebagai upaya mengasah daya saingnya di tingkat regional dan batu loncatan dalam persaingan global.
            Perusahaan yang melakukan transformasi bisnis memperoleh banyak manfaat, antara lain : perusahaan dapat memfokuskan diri kepada bidang bisnis yang lebih menjanjikan (business repositioning), menciptakan daya tahan dan daya saing yang lebih besar, meningkatkan kemampuan organisasi agar dapat memiliki daya dukung yang lebih kuat, menciptakan nilai dan penghasilan financial yang lebih besar serta berpeluang lebih besar menjadi perusahaan bertaraf kelas dunia.
Transformasi bisnis adalah seluruh proses perubahan yang diperlukan oleh suatu korporasi utuk memposisikan diri agar lebih baik dalam meyikapi dan menjawab tantangan-tantangan bisnis baru, lingkungan usaha yang berubah secara cepat maupun keinginan-keinginan baru yang muncul dari dalam perusahaan. Perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pola pikir, pola pandang dan pola tindak perusahaan, strategi bisnis, budaya perusahaan maupun perilaku dan kemampuan organisasi.
Kerangka kerja transformasi bisnis meliputi rantai nilai transformasi bisnis, yang berisi tahapan-tahapan yang harus dilakukan agar perubahan yang akan dilakukan dapat menciptakan nilai, serta proses implementasinya, yang berisi langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan bisnis secara terencana dan baik.
Terdapat lima tahap utama dalam transformasi bisnis:
  1. Tahap pertama adalah visioning, strategic positioning dan corporate strategy developmentuntuk menetapkan arah dan tujuan perusahaan serta memposisikan diri agar lebih kompetitif.
  2. Tahap kedua ; peningkatan kemampuan organisasi.     
  3. Tahap ketiga ; pengembangan SDM untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pengelolaan dan kesisteman SDM.
  4. Tahap keempat ; pemantapan budaya perusahaan agar seluruh kekuatan perusahaan dapat diikat menjadi satu dan diarahkan kepada sasaran yang diinginkan.
  5. Tahap kelima ; tahapan pencapaian sasaran bisnis dan penciptaan nilai budaya perusahaan.
Salah satu tahap dalam transformasi bisnis adalah pemantapan budaya perusahaan, yang merupakan jiwa organisasi. Acap dalam rangka pemantapan budaya perusahaan, sekedar memperkuat budaya perusahaan yang telah ada masih dirasakan kurang memadai. Nilai-nilai yang sudah hidup dalam tubuh organisasi mungkin kurang sesuai dengan strategi baru yang ditetapkan, sehingga nilai-nilai itu ada yang dirubah, ditambah maupun dihilangkan.
Namun harus diingat, perubahan budaya perusahaan menyerap banyak energi. Dalam tahap awal perubahan budaya perusahaan ini yang disebut sebagai tahap dekristalisasi, energi yang digunakan untuk melakukan perubahan berkisar dari rendah hingga menengah. Pada tahapan ini dilakukan rasionalisasi dan legitimasi dari proses perubahan budaya perusahaan yang direncanakan sebagai program antisipasi terhadap budaya perusahaan.
Tahapan kedua, yang disebut tahap metamorfosis, terjadi konflik yang disebabkan perbedaan interpretasi dan juga dilanjutkan proses pengayakan menuju penerapan budara perusahaan yang baru. Tahap yang melibatkan konfirmasi dan kulminasi ini mengurus banyak energi.
Terakhir, proses perubahan budaya organisasi akan tiba pada proses integrasi. Pada tahapan ini, terjadi resolusi terhadap konflik yang terjadi, serta terbentuknya solidaritas dari budaya organisasi yang baru terbentuk. Energi yang dibutuhkan berkisar dari menengah hingga rendah. Keseluruhan proses yang terjadi pada tahap ini disebut sebagai tahap rekristalisasi.
Terdapat beberapa langkah utama yang tidak boleh dilewatkan. Pertama kali yang harus dilakukan adalah menelaah, apakah perubahan budaya perusahaan benar-benar perlu dilakukan? Kemudian melakukan kajian terhadap nilai-nilai yang sudah ada dalam organisasi saat ini, serta melakukan review terhadap strategi perusahaan yang telah ditetapkan. Kemudian dilakukan cross check dengan nilai-nilai yang berlaku dalam organisasi. Maksudnya adalah untuk melihat apakah strategi-strateginya sudah sesuai dengan nilai-nilai baru yang akan kita anut. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah keselarasan antara pasar dengan budaya organisasi, karena setiap pasar karakteristik perilaku organisasi yang berbeda.
Penting juga ditelaah apakah ada perbedaan antara nilai-nilai inti dan sub budaya yang akan diterapkan. Selanjutnya mengembangkan strategi dalam rangka sosialiasasi budaya organisasi yang baru. Dan terakhir adalah mengembangkan strategi internalisasi budaya organisasi yang baru untuk diimplementasikan.
Rhenald Kasali Ph.D dalam bukunya yang berjudul “Change! Manajemen Perubahan dan Harapan,” mengatakan tak peduli berapa jalan salah yang anda jalani putar arah sekarang juga. Dalam buku tersebut diuraikan secara detail bagaimana upaya kita untuk menyiasati perubahan dimulai dengan memahami filosofi, sejarah dan konsep dasar perubahan, kemudian meyakinkan orang untuk melihat, bergerak dan menyelesaikan perubahan, sampai dengan bagaimana cara membuat dan mengelola harapan. Dalam bukunya tersebut Rhenald kasali mengadopsi strategi perubahan yang dikemukakan oleh Plat. Plat (2001) membedakan perubahan strategis suatu perusahaan ke dalam tiga kategori yang masing-masing kategori harus ditangani secara berbeda, yaitu:
  1. Transformasi Manajemen
Transformasi biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sehat atau perusahaan yang mulai menangkap adanya sinyal-sinyal yang kurang menggembirakan. Pada saat ini, biasanya perusahaan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti : hal-hal tidak patut apa yang telah kita lakukan?, atau hal-hal apa yang mampu membuat kita menjadi lebih baik.
  1. Manajemen Turnaround
Biasanya dilakukan kalau suatu perusahaan sudah mulai menghadapu persoalan-persoalan yang agak pelik dan melibatkan pihak-pihak yang agak luas. Namun pada tahapan ini disadari perusahaan masih mempunyai sumber daya (pada sisi asset) dan waktu yang memungkinkan untuk melakukan maneuver-manuver perbaikan. Misalnya anda masih bias memperbaiki performance perusahaan karena masih mempunyai produk unggulan, reputasi yang memadai dan masih ada aset-aset kurang produktif yang dapat ditingkatkan produktivitasnya atau dilepas pada pihak ketiga.
  1. Manajemen Krisis
Biasanya dilakukan kalau perusahaan sudah memasuki masa krisis, saat perusahaan sudah kehabisan darah (cashflow) dan energi (reputasi dan motivasi). Pada titik ini perusahaan mulai tampak sulit memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo, mulai dari tagihan para pemasok bahan baku, kredit jangka pendek, sampai gaji karyawan. Pada tahap ini, perusahaan sudah benar-benar berada pada posisi berbahaya dan posisinya diragukan.
            Pada dasarnya semua perubahan-perubahan yang dilakukan mengarah pada efektivitas organisasi dan proses pengelolaan perubahan harus mencakup dua gagasan dasar  yaitu: (1) redistribusi kekuasaan dalam struktur organisasi, dan (2) redistribusi ini dihasilkan dari proses perubahan yang bersifat pengembangan (Handoko, 1996 dalam Darsono). Berdasarkan teori tersebut diatas, sebenarnya yang dimaksud dengan transformasi organisasional adalah perubahan-perubahan organisasional yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan internal dan eksternal, sifatnya radikal, atau evolusioner. Tetapi, dalam konteks transformasi organisasional sebagai wujud respon organisasi terhadap perubahan lingkungan. Perubahan radikal dalam transformasi organisasi memunculkan tantangan berat bagi organisasi tanpa menimbulkan masalah, atau dampak yang menyakitkan bagi anggota organisasinya. Perubahan tidak selalu diterima oleh anggota organisasi, lebih-lebih oleh anggota yang terkena dampak perubahan tersebut. Agar perubahan yang dilakukan dapat berhasil dan tidak menimbulkan dampak yang menyakitkan bagi anggota organisasi, organisasi tidak boleh melakukan perubahan secara terus menerus, organisasi harus mengetahui kapan saat yang tepat untuk melakukan perubahan, perubahan besar dan perubahan kecil harus dilakukan pada interval waktu yang tepat. Ini disebut dynamic stability (Darsono).
            Ada banyak cara atau pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan transformasi organisasi, yaitu dengan melakukan reengineering, membentuk virtual organization, high performing work teams, globalized self-managing work teams, total quality management, empowered organization, boundaryless organization.
            Transformasi organisasi yang dilakukan tidak selalu sukses, ada hal penting yang harus dipertimbangkan oleh organisasi, yaitu: kemungkinan terjadinya penolakan terhadap perubahan. Transformasi organisasi yang dilakukan dengan reengineering misalnya mempunyai resiko untuk gagal yang disebabkan oleh resistensi terhadap perubahan oleh status quo (Yeung and Brockbank, 1996, dalam Darsono). Artinya, jika organisasi dapat memperkecil resiko terjadinya resistensi terhadap transformasi organisasi, maka transformasi organisasi yang dilakukan akan berhasil.
            Selain itu, untuk mensukseskan transformasi organisasi dibutuhkan dukungan dan keterlibatan manajemen puncak, visi perubahan yang jelas, model perubahan khususnya untukhuman resources direncanakan secara matang, melibatkan semua pihak pada berbagai tingkatan manajemen dalam merencanakan dan mengimplementasikan transformasi organisasi, karyawan juga harus lebih di berdayakan. Tetapi tantangan terberat saat ini adalah bagaimana organisasi dapat memperkecil resiko terjadinya resistensi terhadap perubahan. Jadi faktor kunci kesuksesan transformasi organisasi terletak pada bagaimana organisasi mengantisipasi dan memperkecil resiko terjadinya resistensi terhadap transformasi organisasi.
            Ada beberapa hal yang menyatakan faktor penyebab penolakan terhadap perubahan (Handoko, 1996,  dalam Darsono) :
  1. orang mungkin menyangkal bahwa perubahan sedang terjadi. Bila ini terjadi organisasi kemungkinan akan terus kehilangan efektivitasnya.
  2. orang mungkin mengabaikan perubahan. Manajer mungkin menangguhkan keputusan-keputusan dengan harapan bahwa masalah yang terjadi akan hilang dengan sendirinya.
  3. orang mungkin menolak perubahan. Karena berbagai alasan manajer dan karyawan mungkin menentang perubahan.
  4. orang mungkin menerima perubahan dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
  5. orang juga mungkin mengantisipasi perubahan dan merencanakannya, seperti yang banyak dilakukan perusahaan-perusahaan progresif.    

3. PENUTUP
            Hadirnya persaingan global di segala bidang mengharuskan perusahaan dan organisasi untuk melakukan transformasi biaya bisnis guna menghadapi perubahan-perubahan yang ada. Lingkungan bisnis telah mengalami perubahan, lingkungan yang mulanya stabil dapat diprediksi berubah menjadi lingkungan yang penuh ketidakpastian, kompleks dan cepat berubah. Organisasi berdiri dan beroperasi ditengah-tengah lingkungan disekitarnya dan organisasi selalu berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya.
            Ada tiga alasan yang menyebabkan MSDM harus menjadi pelopor transformasi organisasional adalah sebagai berikut, yaitu : (1) persaingan yang makin intensif menuntut organisasi untuk dapat menurunkan biaya, (2) persaingan yang makin intensif menuntut organisasi untuk memberikan kualitas pelayanan yang tinggi, (3) praktek manajemen tradisional yang cenderung bersifat birokratis harus di rubah untuk mendukung kesuksesan transformasi organisasional.
            Transformasi bisnis adalah seluruh proses perubahan yang diperlukan oleh suatu korporasi untuk memposisikan diri agar lebih baik dalam menyikapi dan menjawab tantangan-tantangan bisnis baru, lingkungan usaha yang berubah secara cepat maupun keinginan-keinginan baru yang muncul dari dalam perusahaan. Perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pola piker, pola padang dan pola tindak perusahaan, strategi bisnis, budaya perusahaan maupun perilaku dan kemampuan organisasi.
            Transformasi organisasional ini mensyaratkan perubahan yang sifatnya radikal, sehingga dalam pelaksanaannya sering muncul hambatan-hambatan. Hambatan terbesarnya adalah resistensi dari anggota organisasi terhadap perubahan tersebut. Faktor kunci keberhasilan transformasi organisasi adalah memperkecil resistensi anggota organisasi terhadap perubahan.
 

Translate

About

Nama saya Wahyu Jadmiko atau biasa dipanggil Eway, tujuan saya membuat blog ini adalah agar para pengunjung blog ini dapat mengetahui seluk beluk Komunikasi Bisnis Lintas Budaya da Transformasinya di Indonesia. Saya harapkan para pengunjung dapat mengembangkan artikel yang saya buat ini.