Pages

Kamis, 10 Januari 2013

TRANSFORMASI BUDAYA BISNIS DI INDONESIA



Persaingan global yang semakin intensif, teknologi yang berkembang pesat, pergeseran demografis, keadaan perekonomian yang fluktuatif, dan perubahan-perubahan dinamis lainnya telah memicu perubahan kondisi lingkungan disekitar organisasi. Lingkungan bisnis telah mengalami perubahan, lingkungan yang mulanya stabil dapat diprediksi berubah menjadi lingkungan yang penuh ketidakpastian, kompleks dan cepat berubah. Organisasi berdiri dan beroperasi ditengah-tengah lingkungan sekitarnya, dan organisasi selalu berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya.
            Organisasi tidak dapat mengendalikan kondisi lingkungan di sekitarnya, namun organisasi harus selalu adaptif terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya. Menghadapi perubahan tersebut, perusahaan harus lebih kompetitif dan lebih fleksibel. Organisasi harus meninggalkan kebijakan dan praktek manajemen yang sifatnya hirarki dan fungsional, dan bergeser pada praktek-praktek baru dibidang manajemen yang lebih fleksibel. Fleksibilitas saat ini menjadi persyaratan penting bagi organisasi. Karena fleksibilitas dalam organisasi memungkingkan organisasi untuk lebih inovatif dan adaptif dalam merespon lingkungan yang cepat berubah.
            Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) harus menjadi penggerak perubahan praktek manajemen dalam organisasi, karena MSDM mempunyai peran strategis dalam menyusun struktur organisasi, membangun budaya organisasi, menyusun strategi staffing, menyusun program pelatihan dan pengembangan, menyusun sistem penilaian karyawan dan penghargaan karyawan.Ada tiga alasan yang menyebabkan MSDM harus menjadi pelopor  transformasi organisasional adalah sebagai berikut :
  1. Persaingan yang semakin intensif menuntut organisasi untuk dapat menurunkan biaya. Penurunan biaya dapat dilakukan dengan menghilangkan non-value added work. Selama ini Departemen Sumber Daya Manusia lebih banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya administrative. Pekerjaan administrative merupakan non-value added work yang membutuhkan banyak tenaga kerja dan menyita waktu cukup banyak. Akhirnya, kontribusi biaya SDM juga cukup besar atas biaya keseluruhan yang harus ditanggung perusahaan.
  2. Persaingan yang makin intensif menuntut organisasi untuk memberikan kualitas pelayanan yang lebih tinggi. Kualitas pelayanan yang lebih tinggi harus didukung oleh peningkatan kualitas layanan di semua bagian organisasi, termasuk Departemen SDM. Departemen Sumber Daya Manusia harus menyediakan layanan yang cepat dan tepat kepada departemen lain dalam organisasi. Untuk mendukung kesuksesan transformasi organisasional, proses dan system informasi SDM harus dirombak total. System SDM tradisional cenderung tidak praktis, tidak efisisien, kompleks, tidak terintegrasi dengan baik, tidak user-friendly,  dan tidak fleksibel. Idealnya, system SDM harus dirancang sebagai satu system yang terintegrasi dengan baik.
  3. Praktek manajemen tradisional yang cenderung bersifat birokratis harus dirubah untuk mendukung kesuksesan transfomasi organisasional. Manajemen tradisional menekankan pengendalian, konsistensi dan kepastian. Semua perencanaan yang dibuat menekankan pencapaian tujuan financial dan resiko adalah hal yang harus dihindari oleh manajemen. Manajer dikader dan dipromosikan dari dalam, jenjang karir karyawan telah dibuat secara jelas dan terstruktur. Pengembangan karir dilakukan melalui training yang sifatnya formal. Penghargaan karyawan diberikan dalam bentuk salary, employee benefit dan  job security.
Karakteristik manajemen tradisional tersebut di atas tidak dapat mengakomodasi fleksibilitas yang dibutuhkan organisasi. Dalam kondisi lingkungan yang penuh ketidakpastian dan cepat berubah, praktek manajemen yang sifatnya langsung dan informal diperlukan untuk flekssibilitas organisasi menghadapi lingkungan yang cepat berubah, tetapi praktek manajemen yang sifatnya formal dan menekankan disiplin juga diperlukan untuk koordinasi. Artinya praktek manajemen yang fleksibel harus menekankan keseimbangan antara fleksibilitas dan koordinasi dalam organisasinya. Oleh karena itu cara yang dipilih organisasi untuk menjadi lebih kompetitif dan lebih fleksibel adalah dengan merombak struktur organisasi, atau dengan kata lain organisasi harus melakukan transformasi organisasional. Akibatnya muncul bentuk-bentuk organisasi baru, antara lainboundaryless organization, verbal organization, empowerwd organization, high-performing work teams dan  process reengineered organization. Jadi sebenarnya bentuk-bentuk organisasi baru adalah produk transformasi organisasional yang dilakukan organisasi.
Sayangnya, implementasi transformasi organisasional tidak selalu sukses, ada banyak hambatan dalam proses perubahan tersebut. Hambatan terbesar yang sering ditemukan adalah penolakan anggota organisasi terhadap perubahan tersebut.

2. PEMBAHASAN
            Banyak pihak meramalkan bidang-bidang bisnis yang selama ini berada dalam balutan proteksi, terang-terangan maupun terselubung yang akan banyak menghadapi tantangan. Perusahaan manufaktur juga akan menghadapi tantangan besar. Demikian pula dengan BUMN, yang disarankan oleh banyak pihak untuk melakukan transformasi bisnis sebagai upaya mengasah daya saingnya di tingkat regional dan batu loncatan dalam persaingan global.
            Perusahaan yang melakukan transformasi bisnis memperoleh banyak manfaat, antara lain : perusahaan dapat memfokuskan diri kepada bidang bisnis yang lebih menjanjikan (business repositioning), menciptakan daya tahan dan daya saing yang lebih besar, meningkatkan kemampuan organisasi agar dapat memiliki daya dukung yang lebih kuat, menciptakan nilai dan penghasilan financial yang lebih besar serta berpeluang lebih besar menjadi perusahaan bertaraf kelas dunia.
Transformasi bisnis adalah seluruh proses perubahan yang diperlukan oleh suatu korporasi utuk memposisikan diri agar lebih baik dalam meyikapi dan menjawab tantangan-tantangan bisnis baru, lingkungan usaha yang berubah secara cepat maupun keinginan-keinginan baru yang muncul dari dalam perusahaan. Perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pola pikir, pola pandang dan pola tindak perusahaan, strategi bisnis, budaya perusahaan maupun perilaku dan kemampuan organisasi.
Kerangka kerja transformasi bisnis meliputi rantai nilai transformasi bisnis, yang berisi tahapan-tahapan yang harus dilakukan agar perubahan yang akan dilakukan dapat menciptakan nilai, serta proses implementasinya, yang berisi langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan bisnis secara terencana dan baik.
Terdapat lima tahap utama dalam transformasi bisnis:
  1. Tahap pertama adalah visioning, strategic positioning dan corporate strategy developmentuntuk menetapkan arah dan tujuan perusahaan serta memposisikan diri agar lebih kompetitif.
  2. Tahap kedua ; peningkatan kemampuan organisasi.     
  3. Tahap ketiga ; pengembangan SDM untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pengelolaan dan kesisteman SDM.
  4. Tahap keempat ; pemantapan budaya perusahaan agar seluruh kekuatan perusahaan dapat diikat menjadi satu dan diarahkan kepada sasaran yang diinginkan.
  5. Tahap kelima ; tahapan pencapaian sasaran bisnis dan penciptaan nilai budaya perusahaan.
Salah satu tahap dalam transformasi bisnis adalah pemantapan budaya perusahaan, yang merupakan jiwa organisasi. Acap dalam rangka pemantapan budaya perusahaan, sekedar memperkuat budaya perusahaan yang telah ada masih dirasakan kurang memadai. Nilai-nilai yang sudah hidup dalam tubuh organisasi mungkin kurang sesuai dengan strategi baru yang ditetapkan, sehingga nilai-nilai itu ada yang dirubah, ditambah maupun dihilangkan.
Namun harus diingat, perubahan budaya perusahaan menyerap banyak energi. Dalam tahap awal perubahan budaya perusahaan ini yang disebut sebagai tahap dekristalisasi, energi yang digunakan untuk melakukan perubahan berkisar dari rendah hingga menengah. Pada tahapan ini dilakukan rasionalisasi dan legitimasi dari proses perubahan budaya perusahaan yang direncanakan sebagai program antisipasi terhadap budaya perusahaan.
Tahapan kedua, yang disebut tahap metamorfosis, terjadi konflik yang disebabkan perbedaan interpretasi dan juga dilanjutkan proses pengayakan menuju penerapan budara perusahaan yang baru. Tahap yang melibatkan konfirmasi dan kulminasi ini mengurus banyak energi.
Terakhir, proses perubahan budaya organisasi akan tiba pada proses integrasi. Pada tahapan ini, terjadi resolusi terhadap konflik yang terjadi, serta terbentuknya solidaritas dari budaya organisasi yang baru terbentuk. Energi yang dibutuhkan berkisar dari menengah hingga rendah. Keseluruhan proses yang terjadi pada tahap ini disebut sebagai tahap rekristalisasi.
Terdapat beberapa langkah utama yang tidak boleh dilewatkan. Pertama kali yang harus dilakukan adalah menelaah, apakah perubahan budaya perusahaan benar-benar perlu dilakukan? Kemudian melakukan kajian terhadap nilai-nilai yang sudah ada dalam organisasi saat ini, serta melakukan review terhadap strategi perusahaan yang telah ditetapkan. Kemudian dilakukan cross check dengan nilai-nilai yang berlaku dalam organisasi. Maksudnya adalah untuk melihat apakah strategi-strateginya sudah sesuai dengan nilai-nilai baru yang akan kita anut. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah keselarasan antara pasar dengan budaya organisasi, karena setiap pasar karakteristik perilaku organisasi yang berbeda.
Penting juga ditelaah apakah ada perbedaan antara nilai-nilai inti dan sub budaya yang akan diterapkan. Selanjutnya mengembangkan strategi dalam rangka sosialiasasi budaya organisasi yang baru. Dan terakhir adalah mengembangkan strategi internalisasi budaya organisasi yang baru untuk diimplementasikan.
Rhenald Kasali Ph.D dalam bukunya yang berjudul “Change! Manajemen Perubahan dan Harapan,” mengatakan tak peduli berapa jalan salah yang anda jalani putar arah sekarang juga. Dalam buku tersebut diuraikan secara detail bagaimana upaya kita untuk menyiasati perubahan dimulai dengan memahami filosofi, sejarah dan konsep dasar perubahan, kemudian meyakinkan orang untuk melihat, bergerak dan menyelesaikan perubahan, sampai dengan bagaimana cara membuat dan mengelola harapan. Dalam bukunya tersebut Rhenald kasali mengadopsi strategi perubahan yang dikemukakan oleh Plat. Plat (2001) membedakan perubahan strategis suatu perusahaan ke dalam tiga kategori yang masing-masing kategori harus ditangani secara berbeda, yaitu:
  1. Transformasi Manajemen
Transformasi biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sehat atau perusahaan yang mulai menangkap adanya sinyal-sinyal yang kurang menggembirakan. Pada saat ini, biasanya perusahaan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti : hal-hal tidak patut apa yang telah kita lakukan?, atau hal-hal apa yang mampu membuat kita menjadi lebih baik.
  1. Manajemen Turnaround
Biasanya dilakukan kalau suatu perusahaan sudah mulai menghadapu persoalan-persoalan yang agak pelik dan melibatkan pihak-pihak yang agak luas. Namun pada tahapan ini disadari perusahaan masih mempunyai sumber daya (pada sisi asset) dan waktu yang memungkinkan untuk melakukan maneuver-manuver perbaikan. Misalnya anda masih bias memperbaiki performance perusahaan karena masih mempunyai produk unggulan, reputasi yang memadai dan masih ada aset-aset kurang produktif yang dapat ditingkatkan produktivitasnya atau dilepas pada pihak ketiga.
  1. Manajemen Krisis
Biasanya dilakukan kalau perusahaan sudah memasuki masa krisis, saat perusahaan sudah kehabisan darah (cashflow) dan energi (reputasi dan motivasi). Pada titik ini perusahaan mulai tampak sulit memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo, mulai dari tagihan para pemasok bahan baku, kredit jangka pendek, sampai gaji karyawan. Pada tahap ini, perusahaan sudah benar-benar berada pada posisi berbahaya dan posisinya diragukan.
            Pada dasarnya semua perubahan-perubahan yang dilakukan mengarah pada efektivitas organisasi dan proses pengelolaan perubahan harus mencakup dua gagasan dasar  yaitu: (1) redistribusi kekuasaan dalam struktur organisasi, dan (2) redistribusi ini dihasilkan dari proses perubahan yang bersifat pengembangan (Handoko, 1996 dalam Darsono). Berdasarkan teori tersebut diatas, sebenarnya yang dimaksud dengan transformasi organisasional adalah perubahan-perubahan organisasional yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan internal dan eksternal, sifatnya radikal, atau evolusioner. Tetapi, dalam konteks transformasi organisasional sebagai wujud respon organisasi terhadap perubahan lingkungan. Perubahan radikal dalam transformasi organisasi memunculkan tantangan berat bagi organisasi tanpa menimbulkan masalah, atau dampak yang menyakitkan bagi anggota organisasinya. Perubahan tidak selalu diterima oleh anggota organisasi, lebih-lebih oleh anggota yang terkena dampak perubahan tersebut. Agar perubahan yang dilakukan dapat berhasil dan tidak menimbulkan dampak yang menyakitkan bagi anggota organisasi, organisasi tidak boleh melakukan perubahan secara terus menerus, organisasi harus mengetahui kapan saat yang tepat untuk melakukan perubahan, perubahan besar dan perubahan kecil harus dilakukan pada interval waktu yang tepat. Ini disebut dynamic stability (Darsono).
            Ada banyak cara atau pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan transformasi organisasi, yaitu dengan melakukan reengineering, membentuk virtual organization, high performing work teams, globalized self-managing work teams, total quality management, empowered organization, boundaryless organization.
            Transformasi organisasi yang dilakukan tidak selalu sukses, ada hal penting yang harus dipertimbangkan oleh organisasi, yaitu: kemungkinan terjadinya penolakan terhadap perubahan. Transformasi organisasi yang dilakukan dengan reengineering misalnya mempunyai resiko untuk gagal yang disebabkan oleh resistensi terhadap perubahan oleh status quo (Yeung and Brockbank, 1996, dalam Darsono). Artinya, jika organisasi dapat memperkecil resiko terjadinya resistensi terhadap transformasi organisasi, maka transformasi organisasi yang dilakukan akan berhasil.
            Selain itu, untuk mensukseskan transformasi organisasi dibutuhkan dukungan dan keterlibatan manajemen puncak, visi perubahan yang jelas, model perubahan khususnya untukhuman resources direncanakan secara matang, melibatkan semua pihak pada berbagai tingkatan manajemen dalam merencanakan dan mengimplementasikan transformasi organisasi, karyawan juga harus lebih di berdayakan. Tetapi tantangan terberat saat ini adalah bagaimana organisasi dapat memperkecil resiko terjadinya resistensi terhadap perubahan. Jadi faktor kunci kesuksesan transformasi organisasi terletak pada bagaimana organisasi mengantisipasi dan memperkecil resiko terjadinya resistensi terhadap transformasi organisasi.
            Ada beberapa hal yang menyatakan faktor penyebab penolakan terhadap perubahan (Handoko, 1996,  dalam Darsono) :
  1. orang mungkin menyangkal bahwa perubahan sedang terjadi. Bila ini terjadi organisasi kemungkinan akan terus kehilangan efektivitasnya.
  2. orang mungkin mengabaikan perubahan. Manajer mungkin menangguhkan keputusan-keputusan dengan harapan bahwa masalah yang terjadi akan hilang dengan sendirinya.
  3. orang mungkin menolak perubahan. Karena berbagai alasan manajer dan karyawan mungkin menentang perubahan.
  4. orang mungkin menerima perubahan dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
  5. orang juga mungkin mengantisipasi perubahan dan merencanakannya, seperti yang banyak dilakukan perusahaan-perusahaan progresif.    

3. PENUTUP
            Hadirnya persaingan global di segala bidang mengharuskan perusahaan dan organisasi untuk melakukan transformasi biaya bisnis guna menghadapi perubahan-perubahan yang ada. Lingkungan bisnis telah mengalami perubahan, lingkungan yang mulanya stabil dapat diprediksi berubah menjadi lingkungan yang penuh ketidakpastian, kompleks dan cepat berubah. Organisasi berdiri dan beroperasi ditengah-tengah lingkungan disekitarnya dan organisasi selalu berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya.
            Ada tiga alasan yang menyebabkan MSDM harus menjadi pelopor transformasi organisasional adalah sebagai berikut, yaitu : (1) persaingan yang makin intensif menuntut organisasi untuk dapat menurunkan biaya, (2) persaingan yang makin intensif menuntut organisasi untuk memberikan kualitas pelayanan yang tinggi, (3) praktek manajemen tradisional yang cenderung bersifat birokratis harus di rubah untuk mendukung kesuksesan transformasi organisasional.
            Transformasi bisnis adalah seluruh proses perubahan yang diperlukan oleh suatu korporasi untuk memposisikan diri agar lebih baik dalam menyikapi dan menjawab tantangan-tantangan bisnis baru, lingkungan usaha yang berubah secara cepat maupun keinginan-keinginan baru yang muncul dari dalam perusahaan. Perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pola piker, pola padang dan pola tindak perusahaan, strategi bisnis, budaya perusahaan maupun perilaku dan kemampuan organisasi.
            Transformasi organisasional ini mensyaratkan perubahan yang sifatnya radikal, sehingga dalam pelaksanaannya sering muncul hambatan-hambatan. Hambatan terbesarnya adalah resistensi dari anggota organisasi terhadap perubahan tersebut. Faktor kunci keberhasilan transformasi organisasi adalah memperkecil resistensi anggota organisasi terhadap perubahan.

Selasa, 08 Januari 2013

KOMUNIKASI BISNIS LINTAS BUDAYA

Komunikasi digunakan dalam setiap aspek kehidupan kita, dari segi bisnis, ilmu komunikasi mempunyai peranan penting bagaimana melobi pelanggan yang berbeda budaya dengan kita semua itu mempunyai trik tersendiri, dibawah ini akan dijelaskan mengenai apa itu komunikasi bisnis lintas budaya.

KOMUNIKASI BISNIS LINTAS BUDAYA



Dalam dunia bisnis kita juga memperlukan komunikasi apalagi jika kita berbisnis dengan orang yang mempunyai kebudayaan berbeda dengan kita lah berikut ini makna dari komunikasi bisnis lintas budaya
A. Pengertian Komunikasi Bisnis Lintas Budaya
Komunikasi bisnis lintas budaya adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis baik komunikasi verbal maupun nonverbal dengan memperhatikan faktor-faktor budaya di suatu daerah, wilayah atau negara.
Apabila para pelaku bisnis akan melakukan ekspansi bisnisnya ke daerah lain atau ke negara lain, pemahaman budaya di suatu daerah atau negara tersebut menjadi sangat penting artinya, termasuk bagaimana memahami produk-produk musiman di suatu negara. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai terjadi kesalahan fatal yang dapat mengakibatkan kegagalan bisnis.


B. Pentingnya Komunikasi Bisnis Lintas Budaya
Dengan melihat perkembangan atau tren yang ada saat ini, komunikasi bisnis lintas budaya sangat penting artinya bagi terjalinnya harmonisasi bisnis di antara mereka. Bagaimanapun diperlukan suatu pemahaman bersama antara dua orang atau lebih dalam melakukan komunikasi lintas budaya, baik melalui tulisan maupun lisan. Semakin banyaknya pola kerja sama maupun kesepakatan ekonomi di berbagai kawasan dunia saat ini akan menjadikan komunikasi bisnis lintas budaya semakin penting.
Pendek kata, dengan semakin terbukanya peluang perusahaan multinasional masuk ke wilayah suatu negara dan didorong dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, maka pada saat itulah kebutuhan akan komunikasi bisnis lintas budaya menjadi semakin penting artinya.

C. Memahami Budaya dan Perbedaannya

1. Definisi Budaya
a. Menurut Lehman, Himstreet dan Batty, budaya sebagai sekumpulan pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat mereka sendiri.
b. Menurut Hofstede, budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya.
c. Menurut Bovee dan Thill, Budaya adalah sistem sharing atas symbol-simbol, kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan, dan norma-norma untuk berperilaku.
d. Menurut Murphy dan Hildebrandt, budaya diartikan sebagai tipikal karakteristik perilaku dalam suatu kelompok.
e. Menurut Mitchel, budaya merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar, pengetahuan, moral, hukum, dan perilaku yang disampaikan oleh individu-individu masyarakat yang menentukan bagaimana seseorang bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya serta orang lain.

2. Komponen Budaya
Menurut Lehman, Himstreet dan Baty, setiap elemen terbangun oleh beberapa komponen utamanya, yaitu nilai-nilai, norma-norma, symbol-simbol, bahasa, dan pengetahuan.
Menurut Mitchell, komponen budaya mencakup antara lain; bahasa, kepercayaan/keyakinan, sopan santun, adat istiadat, seni, pendidikan, humor, dan organisasi sosial.
Menurut Cateora, budaya memiliki beberapa elemen, yaitu:
• Budaya Material (material culture), dibedakan dalam dua bagian yaitu teknologi dan ekonomi. Teknologi mencakup teknik atau cara yang digunakan untuk mengubah atau membentuk material menjadi suatu produk yang dapat berguna bagi masyarakat pada umumnya. Sedangkan ekonomi dimaksudkan suatu cara orang menggunakan segala kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
• Organisasi sosial (social institution), dan pendidikan adalah suatu lembaga yang berkaitan dengan cara bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain, mengorganisasikan kegiatan mereka untuk dapat hidup secara harmonis dengan yang lain, dan mengajar perilaku yang dapat diterima oleh generasi berikutnya.
• Sistem kepercayaan atau keyakian (belief sistem) yang dianut oleh suatu masyarakat akan berpengaruh terhadap sistem nilai yang ada di masyarakat tersebut.
• Estetika (aesthetics), nilai nilai estetika yang ditunjukkan masyarakat dalam berbagai peran tentunya perlu dipahami secara benar, agar pesan yang disampaikan mencapai sasaran secara efektif.
• Bahasa (language), adalah suatu cara yang digunakn seseorang dalam mengungkapkan sesuatu melalui symbol-simbol tertentu kepada orang lain.

3. Tingkatan Budaya
Menurut Murphy dan Hildebrandt, dalam dunia praktis terdapat tiga tingkatan budaya, yaitu:
a. Formal
Budaya pada tingkatan formal merupakan sebuah tradisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan hal itu bersifat formal atau resmi. Dalam dunia pendidikan, tata bahasa Indonesia adalah termasuk budaya tingkat formal yang mempunyai suatu aturan yang bersifat formal dan terstruktur dari dulu hingga sekarang.
b. Informal
Pada tingkatan ini, budaya lebih banyak diteruskan oleh suatu masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya melalui apa yang didengar, dilihat, dipakai (digunakan) dan dilakukan, tanpa diketahui alasannya mengapa hal itu dilakukan.
c. Teknis
Pada tingkatan ini, bukti-bukti dan aturan-aturan merupakan hal yang terpenting. Terdapat suatu penjelasan yang logis mengapa sesuatu harus dilakukan dan yang lain tidak boleh dilakukan. Pada tingkatan formal pembelajaran dalam budaya mencakup pembelajaran pola perilakunya, sedangkan pada tingkatan teknis, aturan-aturan disampaikan secara logis dan tepat.

4. Mengenal perbedaan Budaya
Perbedaan budaya dapat dilihat dari:
a. Nilai-Nilai sosial
b. Peran dan Status
c. Pengambilan Keputusan
d. Konsep Waktu
e. Konsep Jarak Komunikasi
f. Konteks Budaya
g. Bahasa Tubuh
h. Perilaku Sosial
i. Perilaku Etis
j. Perbedaan budaya perusahaan

D. Komunikasi dengan Orang yang Berbudaya Asing
1. Belajar Tentang Budaya
Ketika tinggal di negara lain alangkah baiknya seseorang sedikit banyak mengenal budaya maupun adat istiadat yang berlaku dinegara tersebut. Mengenal beberapa kata bahasa asing untuk seatu pergaulan di lingkuang bisnis merupakan langkah baik yang senantiasa perlu dikembangkan. Jadi belajar tentang budaya negara lain juga bisa dijadikan sebagai langkah awal untuk berkomunikasi dengan orang yang berbudaya asing.


2. Mengembangkan Ketrampilan Komunikasi Lintas Budaya
Mempelajari apa yang dapat dilakukan oleh seorang tentang budaya tertentu sebenarnya merupakan cara yang baik untuk menemukan bagaiman mengirim dan menerima pesan-pesan lintas budaya secara efektif.
Mempelajari ketrampilan komunikasi lintas budaya pada umumnya akan membantu seseorang beradaptasidalam setiap budaya, khususnya jika seseorang berhubungan dengan orang lain yang memiliki budaya berbeda.

3. Negosiasi Lintas Budaya
Membedakan budaya dalam dua kelompok yaitu budaya permukaan (surface culture) seperti makanan, liburan, gaya hidup, dan buday tinggi (deep culture), yang terdiri atas sikap nilai-nilai yang menjadi dasar budaya tersebut.
Orang yang berasal dari budaya yang berbeda seringkali mempunyai pendekatan negosiasi yang berbeda. Tingkat toleransi untuk suatu ketidaksetujuan pun bervariasi. Seseorang harus dapat menumbuhkan hubungan personal sebagai dasar membangun kepercayaan dalam proses negosiasi.
Negosiator dari budaya yang berbeda mungkin menggunakan teknik pemecahan masalah dan metode pengambilan keputusan yang berbeda. Jika mempelajari budaya partner sebelum bernegosiasi, akan lebih mudah untuk dapat memahami pandangan mereka. Menunjukkan sikap yang luwes, hormat, sabar dan sikap bersahabat akan membawa pengaruh yang baik bagi proses negosiasi yang sedang berjalan, yang pada akhirnya dapat ditemukan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
 

Translate

About

Nama saya Wahyu Jadmiko atau biasa dipanggil Eway, tujuan saya membuat blog ini adalah agar para pengunjung blog ini dapat mengetahui seluk beluk Komunikasi Bisnis Lintas Budaya da Transformasinya di Indonesia. Saya harapkan para pengunjung dapat mengembangkan artikel yang saya buat ini.